Saat
ini banyak sekali orang melakukannya dengan mudah dan bahkan menjadi
sebuah kebiasan dalam kehidupan sehari-harinya. Terkadang pula tanpa
kita sadari, kita justru ikut larut didalamnya bahkan mungkin sebagai
sumber utamanya. Entah memang setiap orang saat ini telah mengetahuinya
atau memang tidak mau tau tentang bahaya dibalik itu semua..?? Ya,
Ghibah lah yang saya maksud disini. Berikut saya ambil dari beberapa
sumber dalam tulisan kali ini mengenai bahaya Ghibah.
Suatu
hari di zaman Nabi, seorang sahabat bertanya, "Ya Rasul Allah, apakah
yang disebut dengan ghibah?" Rasulullah saw menjawab, "Ghibah adalah
menceritakan keburukan orang lain di belakang dia." Sahabat itu bertanya
lagi, "Bagaimana bila keburukan itu memang terdapat pada dirinya?"
Rasulullah menjawab, "Itulah yang disebut dengan ghibah." "Lalu
bagaimana bila keburukan itu tidak terdapat pada dirinya?" "Hal itu
disebut dengan buhtân atau fitnah. Dosanya lebih besar daripada ghibah,"
jawab Rasulullah.
Sebuah
hadis meriwayatkan Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa yang
mempergunjingkan seorang muslim -baik lelaki maupun perempuan, Allah
tidak akan menerima salat dan shaumnya selama empat puluh hari empat
puluh malam sampai orang yang dipergunjingkan itu memaafkannya."
Ibadat
salat dan shaum orang yang senang bergunjing tidak akan diterima Allah.
Hadis yang lain menyebutkan bahwa sebenarnya salat dan shaum orang yang
bergunjing itu -sekiranya dilakukan dengan benar- dicatat oleh para
malaikat tetapi tidak dicatat dalam kitab amal orang itu. Salat dan
shaumnya dicatat malaikat di kitab amal orang yang dipergunjingkannya.
Meskipun
yang disebut dalam hadis itu adalah salat dan shaum, para ulama
berpendapat bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah adalah keseluruhan
ibadat yang dilakukan orang itu. Kaidah-kaidah ushul fiqh sering
menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan. Nabi saw pun
menyebutkan dua ibadat itu hanya sebagai contoh saja. Pahala dari ibadat
orang yang bergunjing dipindahkan Tuhan kepada orang yang
dipergunjingkannya.
Rasulullah
pernah bercerita: "Di Hari Kiamat nanti, ada orang yang dihempaskan di
Pengadilan Allah. Kemudian diberikan kepadanya seluruh kitab catatan
amalnya di dunia. Namun di dalamnya ia tak melihat satu kebaikan pun. Ia
berkata, "Tuhanku, ini bukan kitabku karena aku tak melihat di situ
ketaatanku." Tuhan menjawab, "Tuhanmu tidak pernah salah dan tidak
pernah lupa. Seluruh amalmu hilang karena pergunjinganmu kepada orang
banyak." Sementara ada seseorang lagi yang diberikan kitab catatan
kebaikannya di dunia. Ia terkejut karena melihat di dalamnya ketaatan
yang amat banyak; salat, shaum, dan haji yang tak pernah ia lakukan. Ia
berkata, "Tuhanku ini bukan kitabku karena aku tak mengamalkan seluruh
ketaatan ini." Tuhan menjawab, "Karena si Fulan pernah
mempergunjingkanmu, maka seluruh kebaikannya dipindahkan ke dalam
catatan amalmu."
Pada
sebuah hadis lain, Rasulullah saw bersabda, "Jika engkau tinggalkan
ghibah, engkau melakukan sesuatu yang lebih dicintai Allah azza wa jalla
daripada sepuluh ribu rakaat salat sunat yang engkau lakukan."
Rasulullah juga bersabda, "Bila seseorang yang berghibah bertaubat,
Allah tidak akan mengampuninya sampai orang yang dighibahkan itu
melepaskannya." Maksudnya, taubat orang yang bergunjing tidak akan
diterima Allah kecuali bila orang yang dipergunjingkan itu telah
memaafkannya.
Sebuah
hadis lain yang sering kita dengar berbunyi, "Sesungguhnya ghibah itu
haram bagi setiap muslim. Ghibah akan memakan kebaikan seperti api
memakan kayubakar." Semua kebaikan yang kita lakukan dalam hidup tidak
akan hilang atau lolos dari catatan Allah swt. Hanya saja karena ghibah
yang kita lakukan, Allah memindahkan kebaikan kita ke catatan orang yang
kita pergunjingkan.
Cicit
Rasulullah SAW, Imam Ali Zainal Abidin sering berbicara tentang hak.
Ucapan-ucapan Imam tentang hak itu dikumpulkan para pengikutnya dalam
"Kitabul Huqûq". Di dalamnya tertulis hak orang tua terhadap anaknya,
hak istri terhadap suaminya, dan hak-hak setiap orang terhadap orang
yang lain. Selain itu, juga terdapat hak dari setiap anggota tubuh kita.
Pada bagian itu, Imam berkata, "Hak telinga kita adalah dibersihkan
dari pendengaran ghibah." Di hari akhir nanti, telinga akan menuntut
haknya untuk tidak mendengarkan ghibah dan hal-hal yang tak halal
didengar. Demikian pula dengan lidah, ia berhak untuk tidak mengucapkan
ghibah dan hal-hal yang tak halal diucapkan. (Lihat Kitab Al-Bihâr, juz
74)
Cicit
Rasulullah SAW, Imam Ja'far Al-Shadiq pada suatu kesempatan berkata,
"Jika engkau melakukan ghibah, mintalah agar engkau dihalalkan dari
ghibah itu dengan memohon maaf kepada orang yang engkau pergunjingkan.
Bila engkau tak dapat menemuinya, beristighfarlah kepada Allah."
Selama
orang yang kita pergunjingkan belum memaafkan, amal-amal kita akan
ditahan dalam kitab amal orang itu. Amal kita "disandera" sampai kita
memperoleh maaf dari orang itu. Kalau kita tak bisa meminta maaf kepada
orang itu, karena orang itu telah meninggal dunia, kita harus membacakan
istighfar untuk orang itu kepada Allah, setiap kali kita mengingat nama
orang itu. Dalam doa-doa salat malam kita, dahulukanlah berdoa bagi
orang yang telah kita pergunjingkan. Itulah kifarat dari ghibah.
Imam
Ja'far juga berkata, "Kifarat dari ghibah adalah hendaknya orang itu
menyesal dan bertaubat untuk tidak lagi melakukan hal yang sama." Ghibah
tak hanya dilakukan lewat ucapan, bisa juga melalui tulisan dan
gerakan. Ada beberapa hal yang menyebabkan kita senang melakukan ghibah;
Pertama, Al-Ghadhab atau kemarahan. Jika kita marah, jengkel, dan tidak
suka terhadap seseorang, kita akan mencari orang yang mau mendengarkan
kejengkelan kita dan dengan mudah kita akan menceritakan keburukan orang
yang kita marah terhadapnya itu.
Sebuah
syair Arab menyebutkan jika seseorang sedang marah, maka matanya hanya
akan melihat keburukan dari orang yang dimarahi, tetapi jika seseorang
sedang senang, matanya hanya akan melihat kebaikan dari orang yang kita
senangi. Dalam sebuah buku berjudul Verbally Abused Relationship,
halaman pembukanya bertuliskan; "Jika engkau tidak suka pada seseorang,
cara mengangkat sendoknya saja akan membuatmu tersinggung. Namun jika
engkau suka pada seseorang, sekiranya piring dilemparkan ke pangkuanmu,
engkau akan tertawa gembira."
Karena
itu, bila kita sedang marah, kita hanya akan melihat pada diri orang
yang kita marahi itu aib dan keburukannya saja. Kita juga tak akan puas
bila aib dan keburukan itu hanya kita ketahui saja. Kita ingin
menyampaikan keburukan itu kepada orang lain. Alasan kedua mengapa orang
senang berghibah adalah Al-Hiqd atau dendam. Dendam adalah kemarahan
yang disimpan dalam hati untuk suatu saat kita keluarkan untuk memukul
balik orang yang kita marahi.
Dalam
dendam terdapat unsur keinginan untuk membalas kembali. Itu adalah
salah satu sifat binatang buas yang terdapat dalam hati kita. Pembalasan
dapat dilakukan dengan tindakan ataupun ucapan. Yang dilakukan dengan
ucapan disebut dengan bergunjing. Ghibah adalah alat psikologis untuk
membalas dendam.
Dalam
Al-Quran, Allah swt berfirman, "Celakalah setiap orang yang melakukan
humazah dan lumazah." (QS. Al-Humazah; 1) Terdapat perbedaan antara
humazah dan lumazah. Humazah adalah perbuatan memaki-maki yang dilakukan
di depan orang yang bersangkutan sementara lumazah dilakukan di
belakang orang tersebut. Ghibah termasuk ke dalam perbuatan lumazah.
Alasan ketiga dari dilakukannya ghibah adalah kedengkian. Bila kita
dengki terhadap orang lain, akan mudah bagi kita untuk menceritakan
keburukan orang itu.
Alasan
keempat, kita melakukan ghibah untuk bermain-main. Manusia adalah
makhluk yang senang untuk mempermainkan orang lain. Tuhan berfirman: Dan
tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. (QS.
Al-Ankabut; 64) Permainan itu ada yang mendatangkan murka Allah maupun
ridha Allah. Ghibah adalah permainan yang menyebabkan murka Allah swt.
Alasan
kelima dari bergunjing adalah irâdatul iftikhâr wal mubâhah, keinginan
untuk menaikkan harga diri. Karena itu, kita senang mempergunjingkan
orang-orang yang terhormat. Dengan itu kita seakan-akan berkata bahwa
orang terhormat itu masih jauh lebih rendah dari diri kita karena
keburukan-keburukan mereka. Dengan menceritakan kejelekan mereka, kita
ingin menunjukkan bahwa kita lebih terhormat daripada mereka.
Termasuk
ke dalam kelompok ini adalah sifat hubbul jâh, keinginan akan
kedudukan, kehormatan, dan status penting dalam masyarakat. Bila ada
pesaing yang menghalangi kita untuk mencapai kedudukan itu, kita
cenderung untuk menjatuhkan pesaing kita melalui pergunjingan.
Berusahalah untuk menghentikan pergunjingan, dan jika hal ini menjadi
sebuah karakter dalam diri maka segeralah untuk merevitalisasinya. Agar
amal kita yang sedikit tidak menjadi hilang di Hari Akhirat. Supaya kita
tak terhempas di Pengadilan Tuhan karena memperoleh kitab catatan amal
yang tak berisi.
Demikianlah, Wa Allah A'lam.
Referensi: http://agusezar.mywapblog.com dan Berbagai Sumber
Semoga Bermanfaat
Wassalamualaikum wr.wb